Mengenai Saya

Foto saya
Malang, Malang/ Jawa Timur
Jurusan Biologi '07 Fakultas Sains dan Teknologi

Selasa, 29 Desember 2009

Filsafat Ilmu (perspektif sosial dan budaya)

Oleh:
Nadzifah
07620006
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG


BAB I
PENDAHULUAN


1.1.LATAR BELAKANG
Sejak berabad- abad yang lalu, manusia telah mengembangkan filsafat untuk memahami hakikat hidup dan kehidupan ini dengan sistem yang di anggap benar dan membawa manfaat bagi kehidupan manusia itu sendiri.
Berbagai teori produk filsafat di bidang kehidupan sosial manusia muncul dipermukaan untuk diaplikaskan dalam menata kehidupan masyarakat dan diuji dalam mengantarkan manusia menuju apa yang dicita- citakannya.
Dizaman moderenisasi ini sudah banyak langkah yang diambil manusia untuk mengembangkan pengetahuan yang secara garis besar banyak mengundang kontroversi etika, moral, hukum dan agama seperti teknik reproduksi buatan (praktek bayi tabung) yang banyak dijadikan jalan keluar untuk mengatasi sulitnya mendapatkan keturunan. Dalam hal ini kita tidak boleh melupakan agama karena agama sangat menjunjung tinggi teknologi.

1.2.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka rumusan masalahnya adalah: Bagaimana Konsep Ilmu Pengetahuan (dalam perspektif Sosial dan Budaya) ?

1.3.TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuannya adalah: Untuk mendapatkan sebuah kesimpulan mengenai Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Sosial dan Budaya.


BAB II
KAJIAN TEORITIK

Ditinjau dari segi sejarahnya, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat tampak. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dapat dilihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah- pecah.
Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana pohon ilmu pengetahuan telah tumbuh mekar- bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri. Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F. Bacon  (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu, ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa  filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu. Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.
Filsafat adalah ilmu Pengetahuan dan Teknologi, filsafat tidak memperlihatkan banyak kemajuan dalam bidang penyelidikan. Ilmu pengetahuan dan Teknologi bahkan melambung tinggi mencapai era nuklir dan sudah diambang kemajuan dalam mempengaruhui penciptaan dan reproduksi manusia itu sendiri dengan revolusi genetika yang bermuara pada bayi tabung I di Inggris serta diambang kelahiran kurang lebih 100 bayi tabung yang sudah hamil tua.
Di satu pihak fakta yang tak dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berutang kepada ilmu pengetahuan dan teknologi, berupa penciptaan sarana yang memudahkan pemenuhan kebutuhan manusia untuk hidup sesuai dengan kodratnya. Inilah dampak positifnya disatu pihak sedangkan dipihak lainnya berdampak negatifnya sangat menyedihkan.
Ilmu bertujuan untuk menguasai alam, jika telah berkembang sering melupakan faktor eksitensi manusia, sebagai bagian daripada alam, yang merupakan tujuan pengembangan ilmu itu sendiri kepada siapa manfaat dan kegunaannya dipersembahkan. Kemajuan ilmu teknologi bukan lagi meningkatkan martabat manusia itu, tetapi bahkan harus dibayar dengan kebahagiaannya. Berbagai polusi dan dekadensi dialami peradaban manusia disebabkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu.
Menurut pendapat Aristoteles tentang abstraksi. Pemikiran manusia melampaui 3 jenis abstraksi (kata Latin ‘abstrahere’ yang
berarti menjauhkan diri, mengambil dari). Dari setiap jenis abstraksi itu menghasilkan satu jenis pengetahuan yaitu :
1) Pengetahuan Fisis,
2) Pengetahuan Matematis,
3) Pengetahuan Teologis.
Dalam kenyataannya manusia mulai berpikir bila ia mengamati, mengobservasi sesuatu. Faktor keheranan, kesangsian dan kesadaran akan keterbatasan manusia barulah timbul setelah pengamatan atau observasi lebih dahulu. Peranan ratio atau akal budi manusia melepaskan (mengabstrahir) dari pengamatan inderawi suatu segi-segi tertentu yaitu materi yang dapat dirasakan ratio atau akal budi manusia bersama dengan materi yang 'abstrak' itu menghasilkan pengetahuan yang disebut "fisika' (dari kataYunani 'Physos' = alam).
Berkembagnya teknologi pada era globalisasi ini melahirkan manusia- manusia yang berakal. Teknologi dapat direkayasa dengan akalnya, seperti teknik reproduksi buatan (bayi tabung).
Proses pembuahan dengan metode bayi tabung antara sel sperma sel suami dengan sel telur isteri, sesungguhnya merupakan suatu upaya medis untuk memungkinkan sampainya sel sperma suami ke sel telur isteri. Sel sperma tersebut akn membuahi sel telur bukan pada tempatnya yang alami, sel telur yang telah dibuahi ini kemudian akan diletakkan pada rahim isteri dengan metode tertentu sehinnga kehamilan akan terjadi secara alamiah di dalamnya.
Pada dasarnya pembuahan yang alami terjadi dalam rahim melalui cara yang alami pula (hubungan seksual), sesuai dengan fitrah yang telah di tetapkan oleh Allah untuk manusia. Akan tetapi pembuahan yang alami ini terkadang sulit terwujud, misalnya karena rusaknya atau tertutupnya saluran indung telur (tuba fallopii) yang membawa sel telur ke rahim, serta tidak dapat diatasi dengan cara membuka atau mengobatinya. Atau karena sel sperma suami lemah atau tidak mampu menjangkau rahim isteri untuk bertemu dengan sel telur, serta tidak dapat diatasi dengan cara memperkuat sel sperma tersebut, aatu mengupayakan sampainya sel sperma ke rahim isteri agar bertemu dengan sel telur di sana. Semua ini akan meniadakan kelahiran  dan menghambat suami isteri memperbanyak anak. Padahal Islam telah menganjurkan dan mendorong hal tersebut dan kaum muslim pun telah disunnahkan melakukannya. Kesulitan tersebut dapat di atasi dengan suatu upaya medis agar pembuahan antara sel sperma dengan sel telur dapat terjadi di luar tempatnya yang alami. Setelah sel sperma suami dapat sampai dan membuahi sel telur isteri dalam suatu wadah yang mampunyai kondisi alami rahim, rahim isteri. Dengan demikian kehamilan alami diharapkan dapat terjadi dan selanjutnya akan dapat dilahirkan bayi secara normal. Proses seperti ini merupakan uapaya medis untuk mengatasi kesulitan yang ada, dan hukumnya boleh (ja’iz) menurut syara’, sebab upaya tersebut adalah upaya untuk mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam, yaitu kelahiran dan berbanyak anak, yang merupakan salah satu tujuan dasar dari suatu pernikahan. Diriwayatkan  dari Anas RA bahwa Nabi SAW telah bersabda :
تـَزَوَّجُـوْا الْـــوَدُوْدَ الوَلُــوْدَ ، فـَـاِنــِّي مــُكَاثـرٌ بِكــُمُ الأنــبِـيـَـاءَ يــَومَ القِـــيـَـامَــةِ
“ Menikahlah kalian dengan perempuan yang penyayang dan subur, sebab sesunguhnya aku aku akan berbangga  dihadapan nabi dengan banyaknya jumlah kalian pada Hari Kiamat nanti ” (HR. Ahmad).
Pada dasarnya, upaya untuk mengusahakan terjadinya pembuahan yang tidak alami hendaknya tidak ditempuh, kecuali setelah tidak mungkin lagi mengusahakan terjadinya pembuahan alami dalam rahim isteri, antara sel sperma suami dengan sel telur isterinnya. Dalam proses pembuahan buatan dalam cawan untuk menghasilkan kelahiran tersebut, diisyaratkan sel sperma harus milik suami dan sel telur harus milik isteri. Dan sel telur isteri yang telah terbuahi oleh sel sperma suami dalam cawan, harus diletakkan pada rahim isteri. Hukumnya haram bila sel telur isteri yang telah terbuahi diletakkan dalam rahim perempuan yang bukan isteri atau apa yang biasa disebut sebagai ibu pengganti (surrogate mother). Begitu juga haram hukumnya  bila proses dalam pembuahan buatan tersebut terjadi antara sel sperma suami dengan sel telur bukan isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya akan diletakkan dalam rahim isteri, demikian juga haram hukumnya apabila pembuahan yang terjadi antara sel sperma bukan suami dengan sel telur isteri meskipun nantinya diletakkan dalam rahim isteri. Dari ketiga bentuk proses di atas tidak dibenarkan dalam hukum Islam, sebab akan menimbulkan pencampuradukan dan penghilangan nasab, yang telah diharamkan dalam ajaran Islam. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ketika turun ayat li’an :
أيـُّمـَاامْـرَأةٍ أَدْخَـلَتْ عَلىَ قَـوْمٍ نَسَــبًا لَيـْـسَ مِنـْهُمْ فـَلَيْـسَتْ مِنَ الله فِي شَـيْئٍ، وَلَنْ يَدْخُـلَهَـا الله الجـَـنَّةَ، وأيـُّمَـارَجُــلٍ حَجـَـدَ وَلـَـدَهُ وَهُـوَ يَـنْـظُــُر اِلَيْــهِ اِحْــتَجَبَ الله مِنْهُ وَفَضَـحَهُ عَلىَ رُؤُوْسِ الأوَّلـِـيْنَ وَالآخِــرِين
“Siapa saja perempuan yang telah memasukkan kepada suatu kaum nasab yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apapun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di ahadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian (pada Hari Kiamat nanti) (HR. Ibnu Majah)


BAB III
ANALISIS

2.1. Ontologis Konsep Ilmu Pengetahuan Berdasarkan Perspektif Sosial dan Budaya
Secara ontologis bayi tabung merupakan jalan keluar untuk mengatasi masalah pada pasutri (pasangan suami istri) yang tidak dianugerahi keturunan. Fenomena ini dapat diperbolehkan karena terdesak dan memang benar- benar ingin memperoleh keturunan dari hasil perkawinannya meskipun dilakukan diluar perkawinan.
Ontologi merupakan cabang filsafat yang mengkaji tentang sifat (wujud) atau lebih sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita ketahui. Dalam ilmu pengetahuan sosial ontologi terutama berkaitan dengan sifat interaksi sosial. Menurut Stephen Litle John, ontologi adalah mengerjakan terjadinya pengetahuan dari sebuah gagasan kita tentang realitas. Bagi perspektif sosial ontologi memiliki keluasan eksistensi kemanusiaan.
Dalam struktur realitas, menurut perspektif sosial merupakan bahasan dalam ranah relasi atas manusia. Dari situ dapat diketahui bahwa sosial merupakan suatu perspektif yang bersifat banyak (plural). Sebab, sosial berjalan dalam pembahasan relasi atas manusia, dan pada dasarnya, manusia bersifat kompleks, berbeda satu sama lain. Setiap pribadi memiliki modelnya masing-masing, oleh karena itu, sosial pun bersifat banyak atau plural. Sedangkan menurut perspektif budaya, banyak negara- negara yang menggunakan teknik bayi tabung seperti negara Inggris untuk mengatasi terjadinya kemandula. Namun di Indonesia jarang sekali adanya teknik tersebut. Hal ini kemungkinan besar banyaknya biaya yang akan dikeluarkan maupun sesuksesan dalam praktek bayi tabung akan berjalan lancar. Selain itu adanya kesadaran yang berangkat dari kesadaran tentang realitas atas tangkapan indra dan hati, yang kemudian diproses oleh akal untuk menentukan sikap mana yang benar dan mana yang salah terhadap suatu obyek atau relitas. Cara seperti ini bisa disebut sebagai proses rasionalitas dalam ilmu. Sedangkan proses rasionalitas itu mampu mengantarkan seseorang untuk memahami metarsional sehingga muncul suatu kesadaran baru tentang realitas metafisika, yakni apa yang terjadi di balik obyek rasional yang bersifat fisik itu. Kesadaran ini yang disebut sebagai transendensi, di dalam  firman  Allah  (QS. 3: 191), artinya:
Artinya : (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka.
Bagi orang-orang yang beriman, proses rasionalitas dan spriritualitas dalam ilmu bagaikan keeping mata uang, antara satu sisi dengan sisi yang lain merupakan satu kesatuan yang bermakna. Bila kesadarannya menyentuh realitas alam semesta maka biasanya sekaligus kesadarannya menyentuh alam spiritual dan begitupun sebaliknya.
Hal ini berbeda dengan kalangan yang hanya punya sisi pandangan material alias sekuler. Mereka hanya melihat dan menyadari keutuhan alam semesta dengan paradigma materialistik sebagai suatu proses kebetulan yang memang sudah ada cetak birunya pada alam itu sendiri. Manusia lahir dan kemudian mati adalah siklus alami dalam mata rantai putaran alam semesta. Atas dasar paradigma tersebut, memunculkan kesadaran tentang realitas alam sebagai obyek yang harus dieksploitasi dalam rangka mencapai tujuan-tujuan hedonistis yang sesaat. Alam menjadi laboratorium sebagai tempat uji coba keilmuan atheistik, di mana kesadaran tentang Tuhan atau spiritualitas tidak tampak bahkan sengaja tidak dihadirkan dalam wacana pengembangan ilmu. Orientasi seperti ini yang oleh Allah dikatakan    dalam Al Qur’an, bukan untuk menambah kesyukuran dan ketakwaan, melainkan   fenomena   alam   semesta  yang diciptakan-Nya itu menambah sempurnanya kekufuran mereka (QS 17: 94-100).
Pada hakekatnya semua itu adalah hak manusia dan kebutuhan dasar manusia dalam pemanfaatan genom bagi kehidupan sebagian dari hak manusia seolah manusia tidak akan pernah mati, didalam keuggulan otaknya dan khayalnya yang tidak terbatas. Ditengahnya terdapat isu tentang kesehatan reproduksi sebagai hak manusia dan hak asasinya.

2.2 Epistemologis Konsep Ilmu Pengetahuan Berdasarkan Perspektif Sosial dan Budaya
Secara epistemologis adanya teknik reproduksi buatan (bayi tabung) merupakan usaha untuk menjembatani manusia agar menyadari bahwa sebenarnya teknik itu dijadikan sebagai pengetahuan ketidaktahuannya. Pengetahuan itu dianggap sah dan biasa saja yang akan dibandingkan kebenarannya dan semua itu barawal dari benar ketika benar menurut pengetahuan tersebut. Terkadang manusia melakukan trial and error untuk mengetahui sesuatu, degan harapan akan mendapatkan kebenaran. Dari sinilah manusia ingin menggapai suatu hakikat dan berupaya mengetahui sesuatu yang tidak diketahuinya. Manusia sangat memahami dan menyadari bahwa:
1.Hakikat itu ada dan nyata
2.Kita bisa mengajukan pertanyaan tentang hakikat itu
3.Hakikat itu bisa dicapai, diketahui, dan dipahami
4.Manusia bisa memiliki ilmu, pengetahuan, dan makrifat atas hakikat itu. Akal dan pikiran manusia bisa menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya, dan jalan menuju ilmu dan pengetahuan tidak tertutup bagi manusia.  
Dalam perspektif sosial, bayi tabung banyak menimbulkan kontroversi. Hal ini disebabkan karena jika ini dilakukan dan dilegalkan maka akan terjadi perdagangan bayi secara ilegal, para wanita tidak membutuhkan seorang laki- laki sebagai pasangan hidupnya, akan menguntungkan sebagian pihak saja, dan secara etika, moral, dan hukum.
Dalam perspektif budaya, dengan adanya teknik reproduksi buatan (bayi tabung) akan menimbulkan adanya kebiasaan dalam suatu daerah. Hal ini hanya semata- mata untuk kepentingan manusia saja dan merupakan pelanggaran dalam budaya apabila hal ini masih dilakukan.

2.3 Aksiologis Konsep Ilmu Pengetahuan Berdasarkan Perspektif Sosial dan Budaya
Dalam hal ini bayi tabung sangat dilarang keras untuk dilegalkan karena dalam agama, khususnya agama Islam tidak dianjurkan untuk memproduksi bayi tabung. Dalam agama telah diajarkan etika, dan etika merupakan nilai perbuatan manusia, maka lebih tepat dikatakan bahwa obyek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma- norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.
Apabila seorang manusia melanggar hal tersebut, maka manusia tersebut dapat dikatakan sebagai manusia yang tidak beretika dan melanggar norma- norma batasan agama yang telah ditetapkan. Baik dari perspektif sosial maupun budaya akan merusak keestetikan suatu agama.
Nilai moral tidak berdiri sendiri, tetapi ketika ia berada pada atau menjadi milik seseorang, ia akan bergabung dengan nilai yang ada seperti nilai agama, hukum, budaya, dan sebagainya. Yang paling utama dalam nilai moral adalah yang terkait dengan tanggung jawab seseorang. Norma moral menentukan apakah seseorang berlaku baik ataukah buruk dari sudut etis. Bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma moral yang dimilikinya akan menjadi penentu, apakah ia sudah menjadi ilmuwan yang baik atau belum.
Aksiologi merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai seperti etika, estetika, atau agama. Sehingga pandangan bayi tabung dalam cabang fisafat khususnya aksiologi membahas value (nilai-nilai) dari perspektif sosial maupun budaya dapat mengurangi nilai yang ada sebagai manusia yang berakal.


BAB IV
PENUTUP
1.1.KESIMPULAN

Pokok bahasan dalam filsafat ilmu adalah sejarah perkembangan ilmu dan teknologi, hakekat dan sumber pengetahuan serta kreteria kebenaran. Disamping itu, filsafat ilmu juga membahas persoalan objek, metode dan tujuan ilmu yang tidak kala pentingnya adalah sarana ilmiah. Filsafat ilmu memberi spirit bagi perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral yang terkandung pada setiap ilmu, baik pada tatanan ontologis, epistimologis, maupun aksiologis yang dalam hal ini penulis menempatkan filsafat ilmu dalam perspektif sosial budaya dan ilmu pengetahuan sebagai dataran aksiologinya dalam teknik reproduksi buatan (bayi tabung), yaitu agama sebagai pemberi nilai terhadap ilmu pengetahuan bahwasannya secara aksiologis fenomena ini (bayi tabung) berkaitan dengan nilai etika, estetika, dan agama.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Azhim, Ali. 1984. Epistemologi dan Aksiologi Ilmu Perspektif Islam, Penerj. Khalilullah A.M.H, Rosda, Bandung
Audah, Ali. 1997. Konkordasi Qur’an, Litera antar Nusa, Bandung: Mizan
Beerling dkk. 1986. Pengantar Filsafat Ilmu, alih bahasa Soedjono Soemargono,, Yogyakarta: Tiara Wacana
Ghulsyani, Mahdi. 1990. Filsafat Sains Menurut Al Qur’an, penerj. Agus Efendi, Bandung: Mizan
Ha’iri Yazdi, Mehdi,1994. Ilko Hudhuri, penerj. Ahsin Mohamad. Bandung: Mizan
Hardono, Hadi. 1994. Epistemologi : Filsafat Pengetahuan,Yogyakarta: Kanisius,), hal. 13
Iqbal, Muhammad. 1986. Membangun Kembali Pemikiran Agama dalam Islam, terj. Ali Audah dkk, Jakarta: Tintamas,
Kartanegara, Mulyadhi, 2003. Menkalinan Tirai Kejahilan Pengantar Epistemologi Islam. Bandung: Mizan,
Ricoeur, Paul. 2006. Hermeneutika Ilmu Sosial. Yogyakarta : Kreasi wacana
Santoso, Heri dan Listiyono Santoso. 2003. Filsafat ilmu sosial. Yogyakarata : gama media
Suriasumantri, Jujun S. 1998. Filsafat Ilmu Suatu Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan,
Susanto, Astrid S. 1976. Filsafat komunikasi. Bandung : Binacipta
http//alislamu.google.com
http//pusatkajian islam.google.com
http//ilmu dalam islam.google.com

Kamis, 24 Desember 2009

GYMNOSPERMAE

NADIEF N GYMNOSPERMAE
Melinjo (Gnetum gnemon L.) atau dalam bahasa Sunda disebut Tangkil adalah suatu spesies tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae) berbentuk pohon yang berasal dari Asia tropik dan Pasifik Barat.
Klasifikasi ilmiah Gnetum gnemon (Melinjo)
Kerajaan: Plantae
Divisi : Gnetophyta
Kelas : Gnetopsida
Ordo : Gnetales
Famili : Gnetaceae
Genus : Gnetum
Spesies : Gnetum gnemon

untuk Ginkgo biloba...klasifikasinya
Kingdom: Plantae
Divisio : Ginkgophyta
Class : Ginkgoopsida
Order : Ginkgoales
Family : Ginkgoaceae
Genus : Ginkgo
Species : Ginkgo biloba

Untuk Pinus.. klasifikasinya
Kingdom : Plantae
Divisi : Pinophyta
Kelas : Pinopsida
Ordo : Pinales
Famili : Pinaceae
Genus : Pinus
Spesies : Pinus merkusii

biokimia

KLOROFIL

Klorofil adalah kelompok pigmen fotosintesis yang terdapat dalam tumbuhan, menyerap cahaya merah, biru dan ungu, serta merefleksikan cahaya hijau yang menyebabkan tumbuhan memperoleh ciri warnanya. Terdapat dalam kloroplas dan memanfaatkan cahaya yang diserap sebagai energi untuk reaksi-reaksi cahaya dalam proses fotosintesis.
Klorofil A merupakan salah satu bentuk klorofil yang terdapat pada semua tumbuhan autotrof. Klorofil B terdapat pada ganggang hijau chlorophyta dan tumbuhan darat. Klorofil C terdapat pada ganggang coklat Phaeophyta serta diatome Bacillariophyta. Klorofil d terdapat pada ganggang merah Rhadophyta
Jenis-jenis klorofil:
-Klorofil a dengan rumus kimia C55H72O5N4Mg berwarna hijau biru.
-Klorofil b dengan rumus kimia C55H70O6N4Mg berwarna hijau kuning.

Senin, 14 Desember 2009

Doryopteris sp.

Oleh : Nadzifah (07620006)
Jurusan Biologi
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

DESKRIPSI
MORFOLOGI

DAUN

Doryopteris sp. merupakan paku tanah yang menyerupai paku pohon. Doryopteris sp. digolongkan dalam divisi Pteridophyta dengan bagian- bagian daunnya yang tidak lengkap memiliki tangkai (petiolus) dan helaian daun (lamina) saja. Daunnya berwarna hijau tua yang kaya akan zat warna hijau daun yakni klorofil. Doryopteris adalah tumbuhan herba dengan bagian pipih ental berbentuk tunggal dan terbagi menjadi beberapa banyak anak daun yang tersususn menjari menyirip. Betuk daunnya bulat telur sungsang dengan bentuk ujung daunnya meruncing. Bentuk pangkalnya menempel dan tepi daunnya bergerigi.



Doryopteris sp. mempunyai ukuran yang bervariasi, diantaranya ada yang berukuran 30 cm sampai berukuran 60 cm atau lebih. Dilihat dari kesamaan ukuran daunnya Doryopteris sp. termasuk daun yang mempunyai ukuaran sama atau disebut dengan isofil. Permukaan daunnya mempunyai ramenta.

BATANG
Batang Doryopteris sp. berwarna hijau berupa rimpang yang menjalar. Menurut (Loveless, 1987) semua batang paku- pakuan kerap berupa rimpang karena pada umumnya arah tumbuhnya menjalar atau memanjat sedangkan bentuk batang Doryopteris sp. bulat beratur dan berusuk secara longitudinal beruas- ruas panjang dan kaku.
Permukaan batang paku Doryopteris sp. berupa ramenta yakni bentukan seperti rambut atau sisik berwarna hitam. Ukuran dan diameter batangnya pun bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa meter. Menurut (Becker, 1939) diameter paku- pakuan bervariasi dari beberapa sentimeter.

SPORA
Doryopteris sp. mempunyai spora yang tersebar dibagian bawah daun pada tangkai keluar di atas permukaan tanah. Susunan sporfil pada Doryopteris sp. tersusun rapat dan membentuk struktur strobilus, yang berdekatan dan berkelompok pada ujung batang dan cabang- cabang lateral. Selain itu juga membentuk konus yakni sporofil- sporofil yang berdekatan dan berkelompok membentuk struktur seperti kerucut yang terdapat pada ujung batang dan cabang lateral.
Bentuk sporangiumnya membulat, duduk dan bertangkai pendek yang terdiri dari tangkai, sel bibir (stomium), sel cincin (anulus), dan bentuk sporanya bilateral yang terdapat di dalam.

KLASIFIKASI
Kingdom : Plantae
Divisi : Pteridophyta
Family : Polypodiales
Ordo : Dryopteridaceae
Spesies : Doryopteris sp.